Kamis, 28 November 2013

Jangan Sakiti Dia Lagi

   Oke, yang sekarang saya post di blog saya ini merupakan cerpen untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia kelas X semester 1. Selamat membaca...

Siang itu sepulang sekolah gue dan Vania, pergi ke sebuah tempat untuk makan siang. Dan seperti biasa kami pun berbincang-bincang seputar masalah pelajaran, teman, cowok, dll. “Ra, nanti lo pulang bareng siapa?” tanya Vania. “Ya sama lo lah! Emang gue mau puang sama siapa lagi? Sama patung gitu?” jawab gue yang masih menikmati semangkuk ice cream. “Oh.. iya yah gue lupa. Dimas gak jemput lo?” jawab Vania yang agak sedikit aneh. “Enggak, dia belum pulang kali. Emang kenapa? Lo mau dijemput sama siapa?” jawab gue heran. “Sama pacar gue lah..” jawabnya yang bikin gue makin heran, karena dia gak pernah cerita masalah pacarnya sama gue. Dan setahu gue kemarin dia baru aja patah hati. “Ra, menurut lo Fauzan orangnya gimana sih?” lanjutnya. “Menurut gue sih ya gitu, lo juga kan tahu gimana kelakuan dia. Emangnya kenapa?” tanya gue yang mulai jadi kepo. “Enggak, gue Cuma nanya kok.” Jawabnya santai. Pembicaraan itu pun berlalu, gue dan Vania bergegas pulang karena hari mulai gelap.
          Keesokan harinya dan hari-hari berikutnya, setiap Vania ketemu gue atau pun teman kita yang lain, Fauzan selalu menjadi topik pembicaraannya. Gue mulai bertanya-tanya “Vania kenapa sih? Apa Fauzan deketin dia? Apa dia suka sama Fauzan? Atau mereka jadian?” pertanyaan itu selalu mucul di pikiran gue setelah Vania membicarakan tentang Fauzan. Kemarin-kemarin gue emang tahu Fauzan minta Vania buat ngajarin dia matematika, tapi setelah itu gue gak tahu deh apa kelanjutannya. Apa mungkin ini kelanjutannya?
          Selanjutnya, ketika bel pulang sekolah seperti biasa gue emang selalu nunggu Vania di kelasnya, gue nanya sama dia “Van, emang lo ada apaan sih sama si Fauzan?”. “Enggak Ra, gue gak ada apa-apa kok sama Fauzan. We just friend.” jawabnya  ngeles. “Okelah, karena gue tahu jawaban yang lo kasih selalu alas n bukan jawaban yang sebenarnya” gumam gue, gue kesel karena gue gak mau sahabat gue deket sama cowok tengil kaya Fauzan. “Haha jangan marah gitu dong Ra, gue cuma deket biasa kok sama dia.” Jawabnya menenangkan gue. “Yayaya gimana lo deh Van. Pulang yuk? Sore nih..” ajak gue. “Oke, bentar Ra gue beresin buku dulu” jawabnya dengan segera membereskan buku. “Semuanya, gue duluan ya..” lanjutnya pada teman-teman sekelasnya. “Iya Van. Titip Vania ya Ra, jangan sampai dia jatuh matanya kan merem mulu. haha” jawab teman sekelas Vania. “Oke, tenang aja gue bakal kasih lakban matanya biar melek.” Jawab gue, karena memang sahabat gue yang satu ini matanya sipit, kebetulan dia keturunan China. “Apaan sih kalian, lihat nih mata gue melotot gini di bilang merem. Huuu” jawab Vania yang mungkin kesel karena di ledek.
          Hari demi hari berlalu, Vania pun selalu bertanya-tanya tentang Fauzan. Dia bilang Fauzan tobat lah, jadi baik lah, tapi yang jelas apa pun itu gue gak percaya karena gue tahu gimana watak cowok tengil itu. Sayangnya Vania susah banget di kasih tahu, dia udah terlalu percaya sama Fauzan. Dan akhirnya gue membiarkan semua kejadian terjadi, karena gue yakin Vania akan sadar dengan sendirinya.
***
          “Ra, lo tahu gak? Sekarang gue punya pacar” kata Vania dengan raut wajah seperti orang yang sudah bertemu dengan seorang pangeran yang sangat tampan. “Hah? Siapa Van? Lo kok gak cerita sih sama gue.” Jawab gue yang masih sibuk nulis tugas karena kebetulan kali ini Vania yang nyamperin gue ke kelas. “Ada deh, gak akan gue kasih tahu ah..” jawabnya yang membuatku penasaran dan bertanya dalam hati “Apa Fauzan orang yang dia maksud?”. “Ra, nanti antar gue ke kelas ya? Buku gue ketinggalan nih.” Lanjut Vania. “Iya bentar, belum selesai nih.” Jawab gue. Setelah itu gue mengantar Vania ke kelasnya untuk mengambil bukunya yang tertinggal.
          “Ada yang tahu gak pacar Vania siapa? Soalnya dia gak ngasih tahu ke gue tuh siapa pacarnya.” Tanya gue ke teman-teman sekelas Vania. “Pacar Vania? Fauzan..” jawab salah seorang teman Vania. “Ih kamu apa sih? Aku sama Fauzan Cuma teman.” Sangkal Vania. “Bohong tuh, tiap hari juga Fauzan kesini nyamperin Vania, sampai-sampai ngebayangin punya anak sama Vania.” Jawab teman Vania. “Hahahaha iya iya, maksih banget ya infonya! Jahat lo Van, masa bahagia gak bagi-bagi.” Jawab gue. “Maaf Ra, gue juga baru mau nyerita kok sama lo.” Sahut Vania. “Tenang aja kali, gue gak marah kok.” Jawab gue dengan tersenyum manis. Dan kami pun segera pulang ke rumah.
***
          Seminggu berlalu, Vania cerita sama gue kalau dia lihat Fauzan pergi sama cewek lain. Dia pun mulai menjauh dari Fauzan dan mencoba untuk melupakan Fauzan. Tapi tetap saja Fauzan mendekati Vania, dalam hal ini gue gak mau ikut campur karena gue gak mau terkena masalah juga. Dan seperti apa yang gue kira, Fauzan cuma manfaatin Vania buat bantu dia ngisi soal-soal UTS.  Sebelumnya gue sering berkirim pesan sama salah seorang sahabat gue dan juga Vania waktu SMP. Dia juga gak nyangka kalau Vania jadian sama Fauzan, dan dia juga gak negrti apa yang ada di pikiran Vania sampai-sampai dia jadian sama Fauzan. Padahal dia juga tahu Fauzan itu orang yang seperti apa. Kalau sudah seperti ini mau gimana lagi, gak ada orang yang bisa mengembalikan semua yang telah terjadi menjadi seperti semula. Dan gue cuma bisa bilang sama Vania kalau dia jangan terlalu mudah percaya sama seseorang, karena belum tentu orang yang deketin dia punya niat yang baik, mugkin orang itu cuma mau manfaatin Vania dalam hal pelajaran.
***
          Beberapa bulan berlalu dari kejadian itu, kali ini Vania kembali dekat dengan seorang cowok yang bisa dibilang setipe sama Fauzan dia adalah Zaky. Waktu SMP dia pernah satu kelas sama gue dan Vania, Zaky sering di panggil abang sama teman sekelas gue di SMP. Gue makin gak ngerti sama apa yang ada di pikiran Vania. Dia cuma bilang “Entahlah, yang gue tahu sekarang gue cuma sayang sama abang gue.” Dan apapun yang terjadi sama Vania, gue pernah cerita tentang hal itu sama Dimas, dia itu seseorang yang deket sama gue. Tanggapan Dimas tentang masalah itu cuma “Ya udahlah biarin aja gimana maunya Vania, gak usah jadi pikiran buat kamu. Kalo dia bukan yang terbaik buat Vania, nanti juga ada jalan untuk membuktikan itu semua.” tapi gue gak bisa kaya gitu, Vania itu sahabat gue dari SD, gue udah anggap dia kaya saudara kandung gue sendiri.
          Suatu saat, ketika gue dan Vania makan siang, dia cerita sama gue kalau Zaky suka sama dia. Tapi, Zaky bilang itu ke Vania setelah Zaky punya pacar. “Kok bisa gitu? Harusnya kan kalu dia suka sama lo, dia jadian sama lo bukan sama orang lain Van.” Tanya gue. “Zaky bilang dia tuh sayangnya sama gue, dia jadian sama pacarnya cuma karena kasihan soalnya cewek itu udah suka sama Zaky dari waktu MOPD Ra.” Jawab Vania sambil menunjukkan isi pesan dari Zaky ke gue. “Terus lo gak marah dia jawab kaya gitu?” tanya gue lagi. “Ya marah lah Rara, tapi gue mau gimana lagi Zaky udah jadian sama cewek itu. Yang penting gue tahu dia sayang sama gue.” Jawab Vania dengan penuh keyakinan. “Iya deh, gimana lo aja. Yang penting lo seneng Van.” Jawab gue sedikit memberi ketenangan untuk Vania.
          Seperti biasa malamnya gue membicarakan masalah ini sama salah seorang sahabat gue melalui pesan singkat. Dan apa yang ada di pikirannya sama seperti apa yang gue pikirin, Zaky bakalan manfaatin Vania lagi. Dia juga bilang sama gue kalau gue harus terus mengingatkan Vania.
***
          Beberapa minggu berlalu, hal yang gue takutkan akhirnya terjadi. Vania kembali galau gara-gara cowok. Sepulang sekolah dia cerita sama gue, kalau Zaky tiba-tiba ngirim dia pesan yang isinya “Masih banyak cowok yang sayang sama lo, lebih baik gue mundur daripada gue tersakiti.” Gue gak ngerti apa maksud pesan itu, yang gue tahu yang tersakiti itu Vania bukan dia! Vania telpon gue sambil nangis “Ra, gue gak kuat, gue pengen nangis. Gue gak ngerti maksud Zaky apa. Dia tiba-tiba ngejauh gitu dari gue..” kata Vania. “Udahlah Van, lo jangan nangis. Lo gak pantes nangisin cowok kaya dia. Sekarang coba deh lo tanya baik-baik Zaky kenapa, mungkin aja dia bakal kasih alasan sama lo.” Jawab gue nenangin Vania yang lagi nangis.”Udah Ra, gue udah tanya sama dia. Jawaban dia sama, dia bilang masi banyak cowok yang sayang sama gue. Dan gue jawab siapa? Gak ada. Dan dia gak jawab gue lagi” jawab Vania tersedu-sedu. “Lo jangan nangis gitu dong Van, gue jadi ikut sedih nih. Lo tenang ya, mungkin dia bukan orang yan terbaik buat lo. Dan sekali lagi gue bilang lo jangan terlalu mudah buat percaya sama orang Van.” Jawab gue yang ikutan pengen nangis juga, gue gak tega lihat sahabat gue kaya gitu. “Iya Ra, makasih ya lo emang sahabat gue yang paling baik.” Sambung Vania yang terdengar sudah sedikit tenang. “Iya Van, sama-sama.” Balas gue, dan setelah itu telpon kami terputus. Gue gak tahu apa sekarang Vania lagi apa, yang pasti gue berharap dia gak ngelakuin sesuatu yang membahayakan.
          Sampai sekarang Vania belum dekat lagi sama cowok mana pun, mungkin dia takut apa yang kemarin terjadi akan terulang lagi. Gue juga gak mau hal itu terjadi lagi, gue gak mau sahabat gue tersakiti lagi. Dan gue harap siapa pun cowok yang nanti dekat sama sahabat gue, dia gak akan melakukan hal yang sama seperti Fauzan dan Zaky. Gue minta siapa pun yang bakal dekat sama sahabat gue jangan sakiti dia lagi.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Hansa Nabilah Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template